Sebuah Catatan untuk di Renungkan Part I
Perjalanan hidup selalu dibenturkan pada suatu pilihan. Tak jarang pilihan tersebut muncul dalam waktu yg tak dapat diperhitungkan. Kemunculannya pun kerap sekali menimbulkan konflik batin maupun pikiran yg menyebabkan sejenak kita kebingungan.
Pada saat-saat seperti ini, tentu kita butuh suatu momen dimana kita mampu menenangkan pikiran dan hati.
Mengeluh bukan solusi. Sebab, setiap keinginan yg belum tercapai bukan karena kita tak mampu, namun karena memang Belum Pantas menerimanya.
Ingat, setiap pemberian akan dipertanggung jawabkan dihadapanNya.
Dia sang Maha Penyayang tidak akan tega memberikan sesuatu yg Belum kita mampu mempertanggungjawabkan nya.
Jika di analogikan kira-kira begini; kita tentu tidak menyetujui anak yg masih berusia dibawah 5 tahun untuk memanjat pohon anggur yg dari tampilan warnanya menggugah hasratnya untuk meraih buahnya. Bukan berarti kita tak mengizinkannya memakan buah tersebut, hanya saja kita menganggap bahwa dia belum mampu memanjat pohonnya dengan benar, khawatir akan mengancam keselamatan dirinya. Begitupun dengan Tuhan yang dengan sangat sempurna menciptakan manusia, tentu Diapun merasa tak akan rela jika pemberiannya lantas mengancam keselamatan manusia. Dia mungkin menginginkan jika suatu saat nanti ketika kita sudah mampu memanjatnya dengan benar, Dia ingin melihat betapa bahagianya kita menerima karunia yg memang sudah disiapkan untuk kita nikmati. Artinya hanya persoalan Waktu (Hikmah dari QS. Al 'Asr : 1-3)
Maka, untuk meraih suatu keinginan yg pasti akan mendapat Restu/Ridho Tuhan, tentu banyak hal yg harus dilakukan. Namun yg mendasar adalah dengan memantaskan diri untuk menerima pemberianNya agar tidak mengancam keselamatan kita. Pantaskan dahulu diri ini untuk menerima Kasih SayangNya.
Rasulullah Muhammad Saw sebagai teladan yg baik bagi umat manusia telah menjadi salah satu bukti bahwa untuk menerima amanah sebagai Rasul pembawa Qalamullah yg sangat mulia, beliau harus menanti hingga berusia 40 tahun.
Dapatlah kita bayangkan. Manusia yg sejak lahir sudah ditetapkan sebagai makhluk yg paling mulia di muka Bumi ini, hingga beliau mampu menjalani kehidupan sosial layaknya manusia pada umumnya, bahkan banyak disenangi setiap makhluk disekitarnya karena budi pekerti serta akhlaknya yg mulia saja harus melalui penantian yg begitu lama. Sebab pada masa itu, banyak para ahli kitab-kitab terdahulu telah meyakini bahwa beliau adalah manusia terbaik yg telah Allah Swt siapkan sebagai utusan pembawa risalahNya dan yg menjadi penutup para Nabi/utusan.
Begitupun mungkin tidak dapat kita jadikan sebagai komparasi bagi manusia kontemporer, sebab memang Rasulullah Muhammad Saw memang sudah ditakdirkan menjadi manusia yg paling sempurna diantara manusia yg sedang dan yg pernah ada di muka Bumi ini.
Namun, tidak menghalangi kita untuk menjadikannya sebagai teladan yg patut dicontoh, bahwa dalam mengarungi kehidupan yg fana ini, kita harus senantiasa menggunakan hati untuk tetap sabar dan yakin bahwa kita hidup di dunia sudah memiliki Qadha dan Qadhar masing-masing. Atau dalam bahasa kontemporer dapat dikatakan sebagai "skenario" yg mau tak mau harus kita lakoni.
Sang Sutradara sudah pasti memilih sosok pemeran yg layak memerankan perannya, agar alur yg diciptakan nya sempurna. Begitupun Tuhanmu.
-MHP- 15 Sya'ban 1442 H |
Komentar
Posting Komentar